Serial 10 hari menjelajahi Jogja. Perjalanan Dari Rumah Ke Jogja.

cihuy, kami udah di jogja. hihi….

Tadi malem kami berdua sudah sampai di Jogja. Dijemput adik sepupu yang lagi kuliah di kota ini. Kami langsung ke kosan yang sebelumnya telah dicariin oleh sepupuku itu. Kosannya cukup nyaman. Sedikit luas dan kamar mandi di dalam. Sudah sangat cukuplah buat backpacker kami. Dan murah pastinya. B-)

Rencananya, kami akan berlibur di kota ini selama 10 hari. Sengaja kami meluangkan waktu yang cukup panjang, agar bisa menjelajahi satu-persatu objek wisata di provinsi ini. Emang sih, gak bakalan cukup kalau untuk disamperin semua. Namun insyaAllah cukup puas untuk liburan panjang kali ini. 🙂

Kami berangkat dari rumah (Maron, Probolinggo) sekitar jam setengah tujuh pagi (30 Juni 2018). Kami ingin sampai di jogja sorean. Kami minta antar kakak ipar saya buat dianterin ke Terminal Probolinggo. Kami bener-bener gak sabar untuk sampai di Jogjaaaa…. 🙂

Dan ternyata, kakak ipar saya yang lain mau ke Surabaya. Jadilah kami nebeng beliau ke Surabaya. 😀 Itung-itung penghematan budget, hihiii…

Kami sampai di Terminal Bungurasih Surabaya kemarin jam 10-11an. Kami sempat ke toilet terminal. Toiletnya relatif bersih. Nyaman buat kami yang kadang sangat risih ke toilet karena kurang bersih. Selepas dari toilet, kami langsung menuju ke ruang tunggu utama. Kami langsung naik eskalator menuju ke jempatan penghubung ruang tunggu dan peron-peron bis.

Sesampainya di lorong selektor peron, kami sedikit kebingungan. Karena kami tidak melihat lorong untuk peron bis jurusan Jogja. Kamipun berkonsultasi ke petugas yang sedang membantu pengunjung yang minta difotoin. Tidak lama kami menunggu petugas asik memfoto, kamipun ditunjukkan nomor peron bis jurusan jogja. Dan ternyata, peron bis Jogja melewati jembatan penghubung selanjutnya. Peron bis untuk jurusan Jogja bernomor 20 untuk bis patas dan nomor 18 untuk bis ekonomi. Kami pun bergeges ke jembatan penghubung selanjutnya. Dan benar, kami menemukan penunjuk arah ke peron bis Jogja.

Dari kejauhan kami menemukan peron yg dimaksud(peron 20), kami mantap menjuru peron tersebut. Dalam perjalanan ke peron, kami ditawari oleh karyawan-karyawan bis untuk memilih peron lain. Kami tak bergeming. Kami tidak akan tergoda dengan tawaran “bis bertoilet harga sama” atau apalah dari mereka. Kami kwatir kalau mengikuti mereka, kami jadi sasaran empuk para calo gak bertanggung jawab. Kami tetap menuju peron 20. Sesampainya di peron 20, bis jurusan Jogja telah parkir. Kami kenali bis ini bis PO. Eko. Kami tanyakan ke petugas bisnya, memastikan bis yang akan kami naiki bertujuan Jogja. Petugasnya mengiyakan, dan kamipun naik dengan penuh semangat. 🙂

Di dalam bis, kami langsung mencari bangku kosong jejer 2. Saya kwatir jika nantinya ternyata harus beda bangku dengan istri. Kan gak asik. :-D. Dan ternyata benar, kami tidak kebagian bangku kosong jejer 2. Kami Sedikit kwatir. Dan Alhamdulillah, mas-mas yang menempati kursi kosong jejer 2 terakhir, mengerti kekwatiran kami. Dia pindah ke bangku depan. Mengalah kepada kami. Dan kekwatiran kamipun plong. “Makasih mas”, sapa senangku ke mas-mas tadi. 🙂

Hanya beberapa menit di dalam bis, bisnya pun berangkat. Memang, ketika bisa kami naiki, bisnya sudah relatif penuh. Mungkin kami penumpang yang terakhir yang dibawa dari terminal.

Bis Eka menurut kami cukup enak. Klaim dari perusahaan ini, bis ini adalah bis executive. Namun, jangan bayangkan seperti bis executive seperti Pahala Kencana, Lorena atau sejenisnya. Ini bis executive bangku 2-2 dengan jumlah penumpang 42. Ini hanya bis patas biasa. Yang sudah jauh lebih baik dari bis ekonomi. Berbeda dengan Pahala Kencana yang benar-benar executive. Dengan armada bis EURO3, EURO4 atau bahkan EURO5.

Bis melaju tidak terlalu kencang. Lalulintas di Surabaya-Gresik kemarin cukup padat. Sekitar 1 jam atau lebih, kami dikagetkan dengan sedikir kejadian pada bis yang kami tumpangi. Bis yang kami tumpangi menghindar dari mobil box yang telah mencium truk pengangkut semen. Dan tak ayal, bis kami menyenggol motor yang ada disamping kiri. Dan saya yang kebetulan melihat ke arah depan bis, kaget. Bis mengarah ke tembok seberang got. Bis mampu berhenti dengan baik tanpa harus ada yang terluka. Dan kami selamat dan bisnya pun tidak kenapa-kenapa.

Sopir bis dan kondektur turun. Saya intipin ke bawah/luar bis, sepertinya terjadi cek-cok antar beberapa orang. Kami sedikit cemas. Semoga tidak ada apa-apa dalam perjalanan liburan kami. Kami menunggu cukup lama. Penuh harap bisnya cepat berangkat. Selang beberapa menit berlalu, pak sopirnya masuk. Dan bispun berangkat.

Taklama bis berangkat, bisnya berhenti kembali, tepat di depan spbu. Pak sopir dan kondektur turun lagi. Entah kemana. Taklama kemudian, mereka berdua naik lagi. Lalu berangkat lagi. Kamipun lega. Kami meyakini, perjalanan akan berlanjut dan aman. Daaannn…, bisnya berhenti kembali. Pak kondektur memberikan pengumuman yang membuat kami sedikit kwatir. Kami akan dipindah-bis-kan. Hampir semua penumpang menggerutu. Dan sepertinya semua pada mengerti. Kamipun turun bis.

Sekitar jam 12 siang lebih kami harus ganti bis. Panas yang kami rasakan pas keluar bis. Mengernyitkan dahi. Terik Matahari seakan tidak peduli, betapa kami kepanasan karenanya. Kami terus mengernyitkan dahi. Tidak ada tempat berteduh. Kalaupun mau dipaksakan, kami bisa saja berteduh disamping bis yang baru kami tumpangi. Namun, kami tetap memilih berjemur. Kami kwatir, ketika bis datang, kami harus berebut kursi. Kami masih mengernyitkan dahi.

Setelah sekitar 10 menitan, ada bis Eka yang datang dan memperlambat laju. Bis ini sudah terisi penumpang penuh. Penumpang yang sedang menunggu melihat bis yg baru datang langsung kecewa. mereka pada mengeluh. Kenapa bis penggantinya sudah terisi penumpang lain. Dan ternyata, bis Eka yang baru datang hanyalah menyapa saja. Dan tidak berhenti. Si bus langsung melanjutkan perjalanannya.

Kami terus mengernyitkan dahi. Bis pengganti tak kunjung datang. Setelah sekian lama, akhirnya bis yang kami tunggu terlihat dari kejauhan. Terlihat menyalakan lampu sein kiri dengan laju yang melambat. Terdengar beberapa penumpang senang dengan kedatangannya. Bisnya berhenti pas di belakang bis yang tadi. Kami pun naik secara berebutan. Namun, ada inisiatif penumpang yang bilang kalau bangkunya sesuai dengan bangku sebelumnya. Kami pun naik dengan lebih tenang. Beberapa penumpang yang terlanjur berebut kursi depanpun diminta pindah ke kursi awal. Dan kami berduapun tak jadi berebut kursi depan. Dan dengan senang hati kembali ke nomor kursi sebelumnya. Dan bispun berangkat.

Bis baru interiornya sedikit lebih nyaman. Sepertinya bisnya lebih baru. Namun sayang, getaran bisnya sangat terasa dibanding bis awal. Bis melajut kencang. Selepas di ngawi(entah apa masih di ngawi), bis berhenti di warung makan Duta. Kami pun turun. Kami baru sampai di ngawi sekitar jam 4 sore. Meleset jauh dari harapan kami yang bela-belain berangkat pagi sekali.

Sesampainya di dalam warung, kami langsung memesan makanan. Rupanya bus Eka memiliki pelayanan makan siang yang lebih variatif daripada bus Executive sekelas Pahala Kencana atau Bejeu sekalipun.  Ada beberapa menu yang dapat kami pilih. Di kartu makan ada sekitar 5 menu dan ditambah dengan 2 menu tambahan dari warung makan Duta. Kami berdua memilih makan siang yang berbeda. Istri memilih ayam panggang, saya memilih gule kambing.

Kami menunggu sajian cukup lama. Akhirnya kami memutuskan ke toilet dan shalat secara bergantian. Saya pergi ke toilet terlebih dahulu. Istri menjaga barang-barang. Toilet di warung makan ini cukup bersih. Setelah ke toilet, saya langsung shalat dzuhur dan ashar. Selepas itu, saya kembali ke meja makan. Rupanya hidangan sudah tersaji. Saya pun bergabung dengan istri. Menyantap hidangan yang lebih baik dari hidangan bis-bis executive lain yang pernah saya naiki. Rasa panas kuah, sangat menggugah lidah dan tenggorokan. Rasa capai dan lapar seakan langsung sirna seketika. Apa lagi saya dapat sumbangan nasi dari istri yang katanya dia sudah kenyang. Sumbangan yang sangat membantu. 😀

Selepas makan, giliran istri ke toilet dan shalat. Karena istri pakai sepatu kain, kamipun bertukar alas kaki. Istri membawa sendal saya, saya menjaga sepatu kain etniknya. Sayapun menunggu. Bosen? sama sekali enggak. Karena beberapa menit setelah istri masuk, pak kondektur menyapa. Katanya bisnya sudah mau berangkat. :-D. Bukannya bosen, saya langsung panik. Saya susul istri ke toilet. Dan bilang untuk dipercepat. Istri mengiyakan. Dan saya kembali ke pak kondektur. Bilang kalau istri sedang shalat. Pak kondekturpun mengangguk. Sepertinya tidak masalah kalau sedikit menunggu. Sayapun balik ke meja makan, beres-beres barang-barang.

Tak lama kemudian istri muncul dari lorong Mushallah. Menurut saya sih sebentar. Saya tanyakan apa sudah Shalat?. “Sudah, kan cepat!(shalatnya di jamak qashar)”, jawab istri sembari tersenyum. Kami pun bergegas ke bis dan kembali duduk di kursi awal.

Bis kembali melaju kencang. Dan getarannya terasa semakin kencang pula. Arus lalu lintas sesekali macet. Biasanya macet ketika ada lintasan kereta api atau persimpangan lampu merah. Setelah sekian jam, saya bis akhirnya sampai di terminal klaten. Sayapun menghubungi sepupu. Saya ngabarin kalau sudah di klaten. Rencananya, memang kami akan di jemput di terminal Giwangan Jogja. Menurut sepupu, dari terminal di Klaten ke Giwangan sudah sebentar lagi. Dia minta untuk dikabari kalau sudah di Jl. Janti. Dia akan berangkat menjemput setelah kami sampai di Jl. Janti. Setelah menutup telepon, saya langsung mengecek jarak tempuh ke Jl. Janti menggunakan GoogleMaps. Tertera jam 21.32 kami akan sampai di Jl. Janti. Sayapun mengeset alarm jam 21.30.

Tepat jam 21.30 alarm berbunyi. Dan pak kondektur memberi tahu penumpang yang mau turun di Janti untuk siap-siap. Yes!, sudah mau sampai di Jl. Janti, pikir saya. Saya merogoh tas saku. Mengambil hape. Dan bisnya berbelok ke Jl. Janti. Lalu berhenti menurunkan penumpang. Saya pun menyalakan hape. Lalu menelpon sepupu. Memberi kabar kalau sudah di Janti. Dan bis pun kembali melaju.

Sekitar dua belas menitan selanjutnya, bis masuk ke terminal Giwangan.  Lalu berhenti di peron penurunan penumpang. Kamipun bergegas turun. Sesampainya dibawah, kami ditawari tumpangan oleh para ojek dan sopir taksi. Kami bergeming, langsung keluar terminal dari pintu masuk bis. Cukup jauh keluar terminalnya. Terlihat ada masjid di seberang jalan. Kami mengobrol gimana kalau kami ke mesjid saja dulu. Sembari menunggu sepupu, kami bisa istirahat dan sholat, pikir kami pas itu. Kami terus berjalan keluar terminal. Sesampainya di luar, ternyata sepupuku sudah menunggu. Kami bertegur sapa ringan. Sepupu-ku berdua dengan temennya. Kami mengira dia bersama adiknya. Dan kamipun berangkat menuju kosan yang telah disediakan oleh sepupuku itu.

 

Oia, udahan dulu. Istri sudah selesai mandinya. Kami akan melanjutkan liburannya dulu. 🙂